Kisah Umar bin Khattab & Harta Rampasan


Menjadi orang yang bergelimang harta tentu saja menjadi keinginan bagi banyak orang. Dengan kekayaan yang banyak tersebut, akan membuat segala kebutuhan menjadi tercukupi. Selain itu, harta juga bisa menjadi salah satu faktor penentu kebahagiaan.

Namun, ternyata, tidak semua orang menganggap harta yang berlimpah tersebut adalah berkah, melainkan sebuah musibah. Bahkan, di antaranya justru merasa sangat sedih dengan limpahan harta yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.

Hal tersebut terjadi kepada sahabat Rasulullah SAW. Dikisahkan, ada seorang sahabat nabi yang justru menangis sedih ketika ia dilimpahi harta oleh Allah SWT. Siapakah sahabat nabi yang dimaksud tersebut?

Kisah ini bermula ketika datang harta rampasan perang yang terdiri dari berbagai jenis kekayaan dunia seperti emas, perak, permata dan sutera dari Qadisiah dan Madain. Kala itu, Sayyidina ‘Umar bin Khaththab lah yang menjadi panglima perangnya.

Namun, bukannya bergembira atas pencapaiannya, Umar justru menangis dengan penuh kekhawatiran. Hal ini jelas membuat sahabat lainnya merasa heran, salah satunya ialah Abdurrahman bin ‘Auf yang dikenal sebagai orang yang sangat dermawan.

Ia bertanya, “Mengapa engkau menangis, wahai Amirul Mukminin? Padahal Allah Ta’ala telah memenangkan agama-Nya dan memberikan kebaikan kepada kaum Mukminin melalui kepemimpinanmu?”

“Tidak, Demi Allah. Ini bukanlah kebaikan yang murni dan sejati,” sanggah ‘Umar.

“Jika ini merupakan puncak kebaikan, maka Abu Bakar lebih berhak mendapatkannya daripada aku,” jelas ayah Hafshah beberapa saat kemudian.

“Dan  jika ini merupakan puncak kebaikan, sudah pasti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam lebih berhak mendapatkannya pada masanya daripada masa kami,” terang ‘Umar sembari terus menangis, mengkhawatirkan capaiannya dalam memimpin kaum Muslimin.

Namun meskipun sambil menangis dan penuh kekhawatiran, Sayyidina ‘Umar bin Khaththab tidak lupa memuji para pasukkannya karena telah berhasil memenangkan jihad dan membawa harta rampasan perang dengan utuh.

Ia berkata, “Betapa amanahnya pasukan ini. Dan betapa amanahnya pula panglimanya, Sa’ad bin Abi Waqqash.”

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib yang kala itu berada di dekat ‘Umar menimpali, “Semua ini lantaran engkau yang tidak menyimpan sebersit pun hasrat kekayaan dunia di hatimu. Jika ada secuil syahwat terhadap harta di hatimu, niscaya pasukan itu akan saling bunuh demi memperebutkan ghanimah ini.”

Maka pantaslah jika Sayyidina ‘Umar bin Khaththab dijuluki sebagai Al-Faruq yakni yang membedakan antara kebaikan dan keburukan. Dirinya memahami bagaimana cara menyikapi karunia yang diberikan oleh Allah SWT.

Sudah sepantasnya kita tidak mengagungkan harta dan kekayaan melebihi kecintaan terhadap Allah. Semoga kisah ini menjadi pembelajaran untuk kita semua.

Post a Comment

0 Comments