Ini adalah Sebuah kisah unik dari perjalanan hidup
salah satu imam madzhab terkemuka dunia, Imam Syafi’i. Dikutip dari kitab
Al-Aimmah Al-Arba’ah Hayatuhum Mawaqifuhum Ara’ahum Qadhiyusy Syariah al-Imam
asy-Syafi’i, karya Abdul Aziz Asy-Syinawi, kita bertemu penggalan catatan
menarik, yang mungkin akan mengingatkan kita tentang budi pekerti luhur, yang
kini kian terlupa.
Suatu hari di masa kecilnya, Imam asy-Syafi’i hendak
pergi ke Madinah. Dia ingin bertemu Imam Malik dan berniat menimba ilmu
darinya.
“Wahai Ibu,” ucap Imam Syafi’i sebelum berangkat,
“berilah aku nasihat!”
Mendengar permintaan anaknya, sang ibu pun berkata,
“Wahai Anakku, berjanjilah kepadaku untuk tidak berdusta.”
Imam asy-Syafi’i pun menyanggupi permintaan ibunya. Dia
berkata, “Aku berjanji kepada Allah, lalu kepadamu untuk tidak berdusta.”
Menaiki tunggangan dan pergi bersama rombongan, Imam
asy-Syafi’i dibekali uang 400 dirham. Uang itu disimpannya dalam sebuah
kantong, yang ia buat di sela-sela baju yang dikenakan.
Dalam perjalanan, rombongan dicegat rampok yang
mengambil harta dari tiap orang. Ketika bertemu Imam asy-Syafi’i, dia pun
ditanya apakah memiliki uang. Mengejutkan, Imam asy-Syafi’i mengakuinya.
Tentu saja, perampok bertanya jumlah yang dibawa sang
imam. Dan lagi-lagi, asy-Syafi’i mengakui bahwa ia membawa 400 dirham.
“Pergilah sana,” ucap perampok, “Apakah mungkin orang
sepertimu membawa uang sebanyak 400 dirham?”
Maka, duduklah Imam asy-Syafi’i dengan tenang, sedang
para perampok terus menjarah harta orang-orang. Hampir selesai, pemimpin rampok
bertanya apakah seluruh harta rombongan telah diambil seluruhnya. Para rampok
mengiyakan.
“Apakah kalian
tidak meninggalkan seorang pun?” tanya sang pemimpin lagi.
“Tidak,” kata anak buahnya, “kecuali seorang anak kecil
yang mengaku telah membawa uang sebanyak 400 dirham. Namun anak tersebut gila
atau hanya ingin mengolok-olok kita, sehingga kami pun menyuruhnya pergi.”
Pemimpin rampok berkata, “Bawa anak itu kemari.”
Imam asy-Syafi’i dibawa ke hadapan pemimpin rampok. Maka,
sekali lagi ia ditanya soal uang yang dibawanya. Dan, tentu saja, Imam
asy-Syafi’i lagi-lagi mengakuinya. Pun ketika ditanya jumlahnya, beliau tak
sungkan menyebut kembali 400 dirham yang diberikan ibunya.
“Di mana uang itu?” tanya pemimpin rampok, penasaran.
Imam asy-Syafi’i mengeluarkan uang tersebut dari balik
pakaiannya. Lalu, diserahkan begitu saja.
Tertegun dengan perilaku anak kecil di hadapannya,
pemimpin rampok menuang-nuang uang di pangkuannya seraya memandangi Imam
asy-Syafi’i. Dia sungguh tak mengerti.
“Kenapa kamu jujur kepadaku ketika aku tadi bertanya
kepadamu, dan kamu tidak berdusta kepadaku, padahal kamu tahu bahwa uangmu akan
hilang?”
Syafi’i pun menjawab, “Aku berkata jujur kepadamu
karena aku telah berjanji kepada ibuku untuk tidak berdusta kepada siapa pun.”
Sang pemimpin rampok berhenti memainkan uang di
tangannya. Terdiam seketika. Ada sesuatu menyelusup di hatinya. Sesuatu yang
selama ini belum hadir dan kini menggerakkannya.
“Ambillah uangmu,” ujar pemimpin rampok, “kamu takut
untuk mengkhianati janjimu kepada ibumu, sedangkan aku tidak takut berkhianat
kepada janji Allah Swt.? Pergilah, wahai Anak Kecil, dalam keadaan aman dan
tenang, karena aku telah bertaubat kepada Zat yang Maha Menerima Taubat lagi
Maha Penyayang melalui kedua tanganmu. Dengan taubat ini dan aku tidak akan
pernah mendurhakai-Nya lagi selamanya.”
Tidak hanya itu, sang pemimpin rampok pun mengajak
seluruh anak buahnya untuk kembali ke jalan Allah. Diseru oleh ketua mereka,
mereka pun mengembalikan seluruh harta yang diambil paksa dari rombongan.
Mahasuci Allah. Betapa kejujuran selalu bawa kebaikan, jika dilakukan tulus
tanpa niat sampingan. [Biografi Imam Syafi’i]
Semoga Bermanfaat
1 Comments
good share !!!
ReplyDelete