Tentang hukum melakukan
perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan Fuqoha, yakni jumhur (Mayoritas
Ulama) berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Sunnah. Golongan Zhahiriah
berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib, sementara itu para ulam malikiyah
mutakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib untuk sebagian
orang, Sunnah untuk sebagian orang, dan Mubah untuk segolongan lainnya. Semua
pendapat-pendapatan diatas berdasarkan pada kepentingan kemaslahatan dan
pendapat-pendapat diatas juga sudah mempunyai alasan-alasan.
Namun Ibnu Rusyd
menambahkan bahwa perbedaan pendapat ini disebabkan adanya penafsiran apa
bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits yang berkenaan dengan masalah
ini, haruskah diartikan Wajib, Sunnah, ataukah Mubah ?. Sesuai dengan firman
Allah Swt yang menyatakan :
“…Maka kawinilah
wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak bisa berlaku adil maka kawinilah satu saja ”.(QS. An-Nisa’ : 3).
“ Dan kawinilah
orang-orang yang sendirian (janda) diantaramu, dan hamba sahaya laki-laki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan”. (Q.S. An-Nur : 32).
Hadits tentang penikahan
adalah :
“Kawinlah kamu, karena
sesungguhnya dengan kamu kawin, aku akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang
lain”. (HR. Baihaqi).
Terlepas dari pendapat
para Imam / Madzhab diatas yang berbeda pendapat didalam mendefinisikan dan
menafsirkan arti perkawianan. Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, islam sangat
menganjurkan kepada kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan.
Namun demikian kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan
perkawinan serta tujuan dari perkawinan, maka melaksanakan suatu perkawinan itu
dapat dikenakan hukum Wajib, Sunnah, Haram, makruh ataupun Mubah.
1.
Pernikahan hukumnya Wajib
Bagi orang yang sudah
mampu untuk melangsungkan perkawinan, namun nafsunya sudah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinaan wajiblah bagi dia untuk kawin, sedangkan untuk itu
tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin.
Kata Qurtuby :
Orang bujang yang sudah
mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya jadi rusak, sedang tidak ada jalan
untuk menyelamatkan diri kecuali dengan kawin, maka tidak ada perselisihan
pendapat tentang wajibnya dia kawin. Allah berfirman :
“ Hendaklah orang-orang
yang tidak mampu kawin menjaga dirinya sehingga nanti Allah mencukupkan mereka
dengan karunia-Nya,” (QS. An-Nuur : 33).
“Dari Abdullah bin Mas’ud.
Ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw, kepada kami : "Hai golongan
orang-orang muda! Siapa-siapa dari kamu mampu berkawin, hendaklah dia berkawin,
karena yang demikian lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara
kemaluan, dan barang siapa tidak mampu, maka hendaklah ia bersaum, karena ia
itu pengebiri bagimu”. (Ibnu Hajar Al-Asqalani).
2.
Perkawinan hukumnya Sunnah
Adapun bagi orang-orang
yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan
dirinya dari berbuat zina, maka sunnahlah ia kawin. Kawin baginya lebih utama
dari bertekun diri dalam ibadah, karena menjalankan hidup sebagai pendeta
sedikitpun tidak dibenarkan islam. Thabrani meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi
Waqash bahwa Rasulullah bersabda :
“ Sesungguhnya Allah
menggantikan cara kependetaan dengan cara yang lurus lagi ramah (kawin) kepada
kita”. (Sayyid Sabiq).
3.
Perkawinan hukumnya Haram
Bagi seseorang yang tidak
mampu memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya serta nafsunyapun tidak
mendesak, haramlah ia kawin. Qurthuby berkata : “Bila seorang laki-laki sadar
tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak
istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia terus terang menjelaskan
keadaannya kepada istrinya atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak-hak
istrinya. Allah berfirman :
“…Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri…” (QS.
Al-Baqarah : 195)
4.
Perkawinan hukumnya Makruh
Makruh Nikah bagi seorang
yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak
merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang
kuat. Juga makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan
sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
5.
Perkawinan hukumnya Mubah
Bagi laki-laki yang tidak
terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena
alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.
0 Comments